Kali ini, SUN Media Talk berkesempatan untuk mewawancarai salah satu student universitas top dunia.
Silvano Axel Samadikun.
Pemilik nama lengkap Silvano Axel Samadikun yang akrab disapa Axel ini memilih untuk mengemban ilmu ke luar negeri, yaitu Amerika Serikat. Sejak di bangku sekolah, ia sudah memiliki ketertarikan dengan pelajaran kimia dan lingkup kesehatan. Didukung keinginan untuk belajar dalam jurusan yang berkaitan dengan kesehatan, Axel akhirnya memilih untuk menempuh studi undergraduatenya di bidang Farmasi University of Kansas (KU).
Sumber: University of Kansas
Sekolah Farmasi KU merupakan salah satu sekolah farmasi terkemuka Amerika dan berhasil menjadi lembaga penelitian berstandar kelas dunia. Melalui kurikulum dan programnya, mereka berfokus pada perawatan pasien untuk meningkatkan kesehatan dan mengembangkan teknologi inovatif serta obat-obatan. Axel juga mengungkapkan bahwa sekolah farmasi di KU memiliki historical record yang kompeten. Profesor universitas tersebut kerap menemukan berbagai obat, vaksin, serta sistem-sistem untuk tes lab.
Sumber: University of Kansas
Disamping itu, masa studi farmasi di Amerika normalnya adalah 8 tahun—dengan 4 tahun S1 dan 4 tahun professional studies. Namun menariknya, di University of Kansas siswa bisa mengambil program farmasi selama 6 tahun saja! Yang mana program tersebut meliputi 2 tahun pre-pharmacy dan dilanjutkan dengan 4 tahun professional studies. Jadi, siswa bisa belajar dan kemudian berprofesi selangkah lebih cepat!
Karenanya—Axel yang mengenyam program farmasi KU telah menyelesaikan dua tahun studi dan kini sedang berada di tahun ketiga. Ia bahkan sudah mulai bekerja sebagai apoteker di klinik farmasi kampus tersebut. Saat mengingat kembali tahun-tahun pertamanya, Axel merasa bahwa kehidupan di KU terasa menarik. “Sekolahnya ternyata well-developed. Banyak program pemerintah yang diselenggarakan dan terlebih, sekolah ini menduduki peringkat ketiga yang risetnya sangat didanai oleh pemerintah,”.
Sumber: Freepik
Ketika bercerita tentang pengalamannya bekerja sebagai apoteker, Axel tak hanya membuat obat-obatan untuk para pasien. Selama bekerja, ia sering menangani hal-hal terkait asuransi online. Di Amerika, hampir seluruh biaya pengobatan warga kota memang ditanggung oleh asuransi. Sedangkan terkadang, asuransi hanya mengcover obat-obatan dengan zat aktifnya saja karena pertimbangan sisi ekonomis. Karena itu, Axel harus mampu memberikan penjelasan kepada para pasien terkait persoalan asuransi tersebut termasuk menghubungi dokter jika memungkinkan untuk memberikan alternatif yang dapat ditanggung oleh asuransi.
Saat di klinik, Axel juga menerapkan poin penting yang telah diajarkan di KU. “Kampus ini menekankan guidelines nasional seperti jika ingin meracik obat harus menggunakan alat yang berstandar lisensi tertentu, ruangan harus steril, berapa lama harus meracik obat, dan juga berapa suhu ruangan. “ Karena pengajaran guidelines terus berulang, Axel mengaku menjadi terbiasa dan mudah mengingat saat praktek di klinik farmasi University of Kansas.
Sumber: @KUPharmacy – Twitter
Disamping berkuliah dan bekerja, Axel juga tergabung dalam kelompok advokasi profesi farmasi yaitu American Pharmacy Association (APHA). “Untuk advokasi farmasi, ada banyak sub-club seperti farmasi untuk bidang industri, riset, ataupun rumah sakit.” Dalam kelompok tersebut, ia senang bisa belajar untuk menjadi sumber informasi yang terpercaya dan tidak bias bagi pihak pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan hukum dalam farmasi.
Ia juga mengungkapkan bahwa berkuliah di farmasi KU sangat menyenangkan karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan universitas lainnya di Amerika. Selain banyak kesempatan lapangan pekerjaan di pemerintahan, ia bercerita jika terkadang tim recruitment The Food and Drug Administration (FDA) datang untuk sesi sharing tiap tahunnya. “Jadi, ada relasi dekat dengan Kansas Board of Pharmacy,”
Menyadari bahwa berkuliah di luar negeri mengajarkan banyak hal baru, Axel berpesan kepada para siswa Indonesia yang juga ingin mengambil program farmasi di Amerika untuk berpikir lebih terbuka. Hal tersebut tak lain karena siswa bisa saja menjumpai begitu banyak hal yang sangat dapat dipelajari dari orang-orang yang berada di kota tersebut. Di akhir berbagi kisah studinya, Axel juga mengajak para siswa agar tergerak untuk mengeksplor dan tidak membatasi diri untuk mengambil kesempatan.